WNI di Nürnberg Rayakan Hari Batik



Hari Batik di Nürnberg, Jerman (Miranti Soetjipto)Nürnberg, 5 Oktober 2009 15:22
Di depan gereja Lorenz Kirche di kawasan kota tua Nürnberg, Jerman, sejumlah orang; dewasa dan anak anak, berkumpul. Mereka saling memotret dengan latar belakang bangunan bergaya abad pertengahan itu. Meski dingin musim gugur menusuk tulang, mereka berupaya agar baju mereka yang berpola aneka batik tetap tampak dari balik jaket tebal mereka.

Sebagian dari mereka merentang spanduk bertuliskan "Herzlichen Glueckwunsch BATIK zur Anerkennung am 2.10.2009 als indonesisches Welt-Kulturerbe von der UNESCO“ (Selamat atas dikukuhkannya Batik Indonesia sebagai warisan dunia oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009). Mereka, tak lain adalah warga Indonesia dan mahasiswa yang tinggal di kota Nürnberg dan sekitarnya. Layaknya rekan rekan dan kerabat di Indonesia yang mengenakan batik pada hari yang sama, mereka juga ingin ikut mensyukuri pengukuhan batik Indonesia sebagai warisan dunia tersebut.

Sekitar 60 orang dewasa dan anak anak kemudian berfoto bersama. Sebelum berpawai keliling kota tua, mereka mengheningkan cipta sejenak untuk mendoakan kerabat dan mereka yang menderita akibat gempa bumi yang meluluhlantakkan Padang, Sumatera Barat.

Kegiatan dilanjutkan dengan berpawai ke tiga titik utama kawasan kota tua itu sambil menggelar spanduk. Aksi ini, tentunya menarik perhatian warga yang lalu-lalang di pusat kota tua Nürnberg. Apalagi, Jumat sore kawasan tersebut selalu padat dengan aktivitas akhir pekan. Anak anak, yang juga mengenakan batik, membagikan pembatas buku yang berisi informasi mengenai batik pada orang-orang yang mereka temui.

"Kami tidak ingin ketinggalan memperkenalkan batik pada warga Jerman. Sekarang batik merupakan warisan dunia, maka tugas kita lah untuk memperkenalkan batik,” ujar Dwi Anoraga Ningrum, penggagas acara tersebut, kepada Gatra.com, belum lama ini. “Apalagi Presiden Bambang Yudhoyono telah menganjurkan untuk mengenakan Batik pada 2 Oktober, berkenaan dengan peresmian pengakuan UNESCO,“ tambah Ningrum.

Meski acara ini tergolong spontan dan dipersiapkan kurang dari lima hari, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Berlin turut mendukung acara tersebut.

Yani Prem, perempuan asal Bali yang telah menetap delapan tahun di kota Erlangen, rela menempuh perjalanan 20 kilometer ke Nürnberg beserta anak dan rekan-rekannya, untuk berpartisipasi dalam aksi tersebut. “Saya senang bisa ikut dalam aksi ini. Dari tadi banyak orang Jerman bertanya pada saya mengenai acara ini dan hubungan dengan kostum yang kami kenakan,” ujarnya bangga.

Yoga Tranggono, pendukung acara dari Ikatan Kekeluargaan Franken yang menggunakan t-shirt bermotif batik, juga ikut dalam pawai tersebut hingga tuntas. Ia menyatakan kebanggaannya atas batik yang dikukuhkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO. Karyawan Alcatel Lucent ini mengatakan, “Letak Nürnberg jauh dari KJRI dan KBRI, sehingga sulit bagi kami untuk dapat selalu ikut 17-an di sana, yang sarat dengan acara yang mempererat nasionalisme. Aksi kita ini bisa kita lakukan secara mandiri namun tetap mempertebal rasa cinta pada Tanah Air”.

Berbagai bentuk batik, dari taplak meja yang darurat digunakan sebagai spanduk, kerudung, hingga scarf motif batik yang dikalungkan di luar jaket guna mengusir dingin, digunakan dalam aksi ini. Mereka berpendapat, pokoknya pola batiknya harus tampak, walaupun dipadukan dengan asesoris yang kurang lazim sebagai padanan batik sepatu boot, jaket kulit bahkan kaus turtle neck.

“Sayang ya, belum ada jaket atau sweater motif batik yang cocok dengan musim dingin. Kita jadi kedinginan,” kata Levi Hoffmeister, mengingat sebagian besar motif batik menggunakan bahan sutra, katun, rayon, kadang lycra, yang lebih cocok digunakan di kawasan tropis yang panas dan lembab. Sore itu Levi Hoffmeister menggunakan batik cerah motif Cirebon namun yang tertutup erat jaket musim gugurnya.

Lambat tapi pasti, batik telah dikenal kalangan penggemar mode di Eropa saat ini. Sejumlah butik fashion telah menawarkan produk mereka dengan lebel "batik". Kecenderungan batik yang digemari di Eropa bukanlah pola yang ada pada batik tulis, namun batik yang menggunakan teknik celup atau tie-dye. [Mir]
Published: http://www.gatra.com/artikel.php?pil=23&id=130847

Popular Posts