Paspor Biru Djaduk Ferianto


Kelompok musik Kua Etnika yang dimotori Djaduk Ferianto, 45 tahun, batal pentas di Praha, Ceko. Sebabnya, mereka gagal mendapatkan visa masuk. Padahal, dalam perjalanan tur ke Eropa, Selasa lalu, Djaduk dan kawan-kawan sukses menyihir publik dalam Vienna Jazz Festival yang digelar di ibu kota Austria, Wina.

Meski gagal di Ceko, Djaduk tidak kehilangan kesempatan manggung di Eropa. Dengan bantuan KBRI Wina, dia dan 21 anggota rombongannya berhasil mendapat tiga tawaran manggung di Austria dalam sepekan. Akibatnya, Djaduk harus menyusun empat repertoar baru untuk menyesuaikan keadaan dengan panggung di Museum Voelkerkunde (Etnologi) di Wina, yang jauh lebih besar dari gedung pertunjukan di Ceko, yang repertoarnya disiapkan dari Jakarta.

Kerja sama erat dengan KBRI itu membuat Djaduk bernostalgia. Tepatnya pada 1988-1989, Djaduk pernah bekerja di KJRI Hamburg, Jerman.

''Seperti diplomat, saya punya paspor biru. Tapi jabatan dalam paspor itu tertulis: house keeping!'' katanya dengan tawa berderai. Dia pun membeberkan pekerjaannya: pagi mengurus Wisma Indonesia di Hamburg, siang ngantor di KJRI sebagai kepala rumah tangga, malamnya ikut kursus di Jazz Ballet dan pantomim di Volkschule.

Djaduk menerangkan bahwa tugas utamanya di Hamburg pada saat itu adalah merangkum masyarakat Indonesia untuk kembali bersilaturahmi dengan KJRI lewat berbagai kegiatan seni, seperti menari atau main musik. Apalagi, KJRI punya fasilitas lengkap, termasuk kostum, gamelan, dan seperangkat alat band.

Ketika itu, paspor birunya memang atas kesepakatan dengan Departemen Luar Negeri yang hanya diberikan selama satu setengah tahun. ''Kerja saya saat itu sangat menarik, terutama bila harus bertemu dengan para pelaut dan pekerja Indonesia di Jerman,'' katanya kepada Miranti Soetjipto-Hirschmann dari Gatra.

Published: Gatra 36/ 22 July 2009

Popular Posts