Dalai Lama: Ingin Tetap Bersatu dengan Cina


Dalai Lama kembali menegaskan perjuangan yang dilakukannya bersama rakyat Tibet. Visi Pemerintah Cina atas terciptanya harmonisasi sesungguhnya tidak berbeda.


Dalai Lama datang ke Praha, Republik Ceko, pertengahan September lalu, sebagai salah satu pembicara di forum "Perdamaian, Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia". Diskusi yang juga mengundang sejumlah penerima Hadiah Nobel Perdamaian ini diselenggarakan atas inisiatif Forum 2000, yang dimotori mantan Presiden Republik Ceko, Vaclav Havel.

Sehari sebelum acara itu dilaksanakan, Dalai Lama menggelar jumpa pers, yang juga diikuti wartawan Gatra, Miranti Hirschmann. Dalam kesempatan itu, Dalai Lama menjawab pertanyaan Gatra. Berikut petikannya:

His Holiness, apakah Anda memiliki jadwal mengunjungi Indonesia? Bila tidak, dapatkah saya mengunjungi Anda dan berdiskusi di Dharamsala?

Saya mengunjungi Indonesia dalam beberapa kesempatan pada saat pemerintahan Soeharto dan saya bertemu dengan wakil presiden yang juga mantan Menteri Luar Negeri --saya lupa namanya (Adam Malik --Red.). Kemudian saya berkunjung lagi untuk kedua dan mungkin ketiga kalinya. Pada saat ini tidak ada jadwal mengunjungi Indonesia. Tapi, silakan saja, datanglah ke Dharamsala.

Hubungan Indonesia dengan Tibet sudah terjalin sekitar 1.000 tahun lalu. Pada saat itu, seorang tokoh Buddha asal Bengali, India, mengunjungi Indonesia --ketika itu, di sejumlah tempat di Indonesia, agama Buddha tengah berkembang, di mana Borobudur merupakan tempat ajaran penting. Tokoh India itu tinggal di Indonesia sekitar dua tahun serta menerima ajaran dari seorang pendeta Buddha yang terkenal dan berpengaruh pada saat itu. Kemudian tokoh India itu pergi ke Tibet dan membawa pesan dari sang pendeta Buddha Indonesia tersebut. Dari sinilah kami menjalin hubungan.

Bila melihat situasi pada saat ini, apakah kemerdekaan Tibet masih menjadi kemungkinan yang realistis?

Mengenai kemerdekaan, sekali lagi saya tekankan, saya tidak mencari kemerdekaan. Sebab ketertarikan kami, Tibet, tanah air saya, sangat tertinggal. Sekarang ini, setiap orang Tibet ingin memajukan Tibet. Oleh sebab itu, dengan perkembangan yang terjadi, kami tetap ingin bersatu sebagai keluarga besar Republik Rakyat Cina. Seperti jalur kereta api yang telah bertahun-tahun menghubungkan Tibet, tidak mungkin kami memutuskan begitu saja dengan Cina.

Perjuangan kami bukan mencari kemerdekaan, melainkan meminta Pemerintah Pusat Cina mewujudkan semua hak yang tertulis dalam konstitusi dan dokumen-dokumen mengenai hak kelompok etnik. Hak-hak ini harus dilaksanakan secara penuh di wilayah kami. Saling menguntungkan yang akan membantu terwujudnya stabilitas, persatuan dan harmoni.

Presiden Hu Jintao sangat menekankan terwujudnya masyarakat yang harmonis. Sesungguhnya perjuangan kami pun ingin mencapai tujuan ini. Kebijakan Pemerintah Cina pada saat ini sering menggunakan kekuatan militer. Ini membawa ketakutan, dan ketakutan menghancurkan kepercayaan. Tanpa kepercayaan, bagaimana membangun keharmonisan? Sangat esensial.

Siapakah yang nanti mengganti Anda? Apakah Anda sudah menyiapkan hal itu?

Dua tahun lalu, sebuah saluran televisi Cina swasta di Amerika mengajukan pertanyaan yang sama. Respons saya adalah: saya bukan komunis! Bila saya komunis, saya akan mencari pengganti saya dengan cermat. Sejak awal, tahun 1969, secara resmi saya mengumumkan bahwa kelanjutan institusi Dalai Lama diserahkan kepada rakyat Tibet. Bila rakyat Tibet merasa bahwa institusi yang berumur 600 tahun ini tidak lagi relevan, maka sayalah Dalai Lama terakhir. Tidak masalah.

Sejumlah artikel di media Cina menyatakan, tujuan utama perjuangan Tibet adalah merestitusi sistem lama: sistem feodal.

Sesungguhnya, sejak 2001, kami telah memilih kepemimpinan politik. Pada tahun itu, dalam tradisi yang hampir berumur 400 tahun, institusi Dalai Lama, spiritual, dan kuil berakhir. Sejak itu, posisi saya bersifat setengah pensiun. Semua keputusan politis penting tidak berada di tangan saya. Walaupun terus berada di luar Tibet, kami secara sukarela telah mengakhirinya. Tidak satu pun orang Tibet bermimpi untuk merestitusi sistem lama. Tidak pernah. Tetapi Pemerintah Cina selalu menuduh kami sebaliknya.

Edited by: Carry Nadeak
Published: Gatra 49, 21 Okt 2009

Popular Posts