Holocaust Memorial: Menelusuri Tragedi Bangsa Yahudi


Monomen Holocaust Memorial menyimpan berbagai kisah pembantaian warga Yahudi di Kamp-kamp konsentrasi Nazi. Ada surat dan kartu pos yang tak sempat terkirim, ada gigi geraham korban yang masih tersimpan.

Holocaust (UKMC School of Law)Monumen ambisius yang membuat langit menyempit. Peringatan bagi Jerman untuk terus mengingatkan kekejamannya terhadap warga Yahudi. Dimulai dengan poster ''Holocaust tidak pernah terjadi''.

CAHAYA matahari berlomba menyusup ke lekukan kaku dinding-dinding beton kelam di jantung kota Berlin. Sayang, sinarnya yang berkilau keemasan tak juga memudarkan kesan suram pada nisan-nisan simbolik di situ. "Kuburan massal" itu bernama Holocaust Memorial. Dalam bahasa Jerman disebut Holocaust Mahnmal.

Monumen ini terkesan kering, depresif, dingin, dan tak bersahabat. Puluhan pohon yang ditanam sebagai lambang harapan pun tak menolong. Musim panas tak sanggup "menghangatkan" hamparan jajaran 2.711 tiang beton (stelae) kelam yang berjejal rapi bagai makam itu. Ketika menyusurinya, Juni lalu, langit terasa menyempit bagaikan berjalan di sebuah labirin tak berujung. Tak tampak lagi gedung-gedung yang melingkungi memorial ini.

Tak jarang para pengunjung saling bertabrakan saat melewati persimpangan ruas- ruasnya. Orang dari arah lain tak bakal tampak karena besarnya tiang-tiang beton tersebut. Mereka terpaksa celingukan sebelum melintas. Pada beberapa bagian permukaan yang tanahnya landai --kemiringannya sekitar delapan derajat-- terdapat alur untuk pengunjung berkursi roda.

Monumen --yang agak sulit disebut sebagai bangunan-- ini terbuat dari beton padat kualitas tinggi SCC, di dekat Berlin. Ketinggiannya ada 11 macam. Yang tertinggi 4,5 meter dan yang terendah dipasang rata dengan tanah. Stelae yang tingginya bermacam-macam ini dipasang dengan kemiringin antara 0,5-2 derajat. Secara keseluruhan gugusan nisan menyerupai gelombang masif namun harmonis. Berat tiap tiang beton itu berkisar 8-16 ton.

Holocaust berada di tengah megahnya Brandenburger Tor, lambang bersatunya dua Jerman, Gedung Bundestag Parlemen Jerman, dan hotel bintang lima berlian Adlon Berlin. Bangunan-bangunan megah nan anggun itu jelas kontras dengan ribuan batu nisan yang menyemuti areal seluas 19,073 meter persegi, atau dua kali lapangan sepak bola berdasarkan standar Liga Jerman!

Memorial kontroversial yang baru diresmikan 10 Mei 2005 --bersamaan dengan 60 tahun berakhirnya perang dunia kedua-- itu dibangun untuk mengenang enam juta orang keturunan Yahudi yang tewas pada kamp-kamp konsentrasi Nazi (The German National Socialist) di Eropa. Diapit empat jalan (Cora Berliner Strasse, Hannah Arendt Strasse, Ebertstrasse, dan Behrenstrasse), lokasi memorial ini hanya 300 meter arah utara dari bunker persembunyian Adolf Hitler pada saat-saat terakhirnya, sering disebut sebagai Fuehrerbunker.

Di bawah memorial ini dibangun sebuah pusat informasi seluas 2.116 meter persegi yang terdiri dari ruang pameran, ruang diskusi, toko buku, kantor, dan ruang resepsi. Sedangkan ke-2.711 stelae beton yang dirancang khusus agar awet dan mudah dibersihkan dari berbagai kotoran, terutama grafiti, bentuknya kotak persegi dengan panjang 2,38 meter dan lebar 0,95 meter.

Pembangunan memorial banyak mengundang simpati. Pada peresmian pembukaan memorial, Ketua The Central Council of Jews Jerman, Paul Spiegel, mengatakan, "Dengan memfokuskan pada orang-orang Yahudi dan keturunannya yang terbunuh pada Perang Dunia II, pendirian monumen ini mengurangi pendapat miring tentang pertanyaan mengenai rasa bersalah dan tanggung jawab."

Sejak diresmikan, memorial ini langsung diserbu turis lokal dan internasional. Mulanya mereka kaget melihat bangunan raksasa ini. Tak ada tulisan atau papan yang memberi informasi. Di salah satu sudutnya hanya ada peringatan untuk tidak membuat kegaduhan, serta dilarang bermain skateboard dan berbuat vandal terhadap memorial termasuk grafiti.

Encarnacion Alvarez Hidalgo dari Spanyol, anggota rombongan guru yang ditemui Gatra, menyebutkan bahwa bila tak mengerti sejarah amat sulit untuk memahami memorial ini. "Berlin yang saya tahu gedung-gedungnya megah dan indah, dengan taman-taman luas. Lalu tiba tiba ada tumpukan batu batu yang mirip pemakaman," katanya.

Menunggu 17 tahun

PRAKARSA pembuatan Holocaust Memorial tercetus saat seorang ahli sejarah Jerman Eberhard Jaeckel mengunjungi Holocaust Memorial di Israel, Yad Vashem, pada 1988. Ia berdiskusi dengan sahabatnya, seorang jurnalis televisi wanita berkebangsaan Jerman, Lea Rosh. "Kita harus memiliki sesuatu di Jerman yang mengingatkan pada korban korban keturunan Yahudi itu," kata Jaeckel.

Saat itu, Lea Rosh tidak langsung menanggapi. Menurutnya Jerman sudah memiliki banyak memorial seperti itu. Lea Rosh pun menunjukkan daftar sejumlah peringatan di pelbagai kota di Jerman. Jaeckel tetap ngotot. "Ya, tapi itu hanya untuk orang keturunan Yahudi di Berlin, di Frankfurt, atau di Hanover, tapi kita tak punya sesuatu di Jerman, seperti di Yad Vashem, yang mengenang keenam juta korban keturunan Yahudi di Eropa," begitu argumen Jaeckel.

Lea Rosh akhirnya mendukung ide itu dan mulai memperjuangkannya pada sebuah diskusi panel untuk membuat suatu memorial "yang dapat menegaskan hal-hal yang telah terjadi" pada bekas kantor pusat Gestapo di Distrik Kreuzberg, Berlin. Setahun berikutnya, dengan merangkul Jaeckel, Lea Rosh menerbitkan sebuah inisiatif "Berlin dalam Perspektif" untuk menggolkan ide pembuatan memorial untuk para keturunan Yahudi yang dibunuh secara massal di Eropa.

Tapi tidak mudah mewujudkan ide ini. Masalah dana menjadi kendala utama. Untuk mengumpulkan duit dari masyarakat, Rosh menyebar poster di seluruh Jerman dengan tampilan pemandangan dataran tinggi Swiss nan apik dan menyejukkan dengan danau tenang berlatar belakang gunung-gunung yang puncaknya tertutup salju. Tulisannya besar-besar dan sangat provokatif, "Den Holocaust hat es nie gegeben (Holocaust tak pernah terjadi)". Ini membuatnya dinobatkan sebagai "orang Berlin paling memalukan'' oleh pembaca majalah Tip tahun 2003.

Rosh --yang mengganti nama aslinya Edith karena menganggap nama itu terlalu Jerman-- sengaja membuat poster "nyeleneh" untuk menarik perhatian. Ia yakin, hasilnya akan nihil bila proyek yang sama dikampanyekan dengan kalimat biasa seperti "Mengenang penderitaan Holocaust".

Wali Kota Berlin, Klaus Wowereit, mendukung kampanye pengumpulan dana gila-gilaan ala Rosh. "Bila Anda ingin meraih sesuatu dengan slogan, maka harus terdengar provokatif" (Sueddeutsche Zeitung, 21 Juli 2001). Slogan kontroversial ini didasarkan pada sebuah prediksi: 20 tahun mendatang banyak orang tak lagi menghiraukan tragedi Holocaust. Diskusi ini pernah ditayangkan pada sebuah program televisi lokal Jerman, ZDF, pada 19 Juli 2001, yang menampilkan survei bahwa 51,4% generasi muda Jerman di bawah 24 tahun tak mengetahui tentang Holocaust.

Prediksi ini juga tertulis pada semua poster "Holocaust tak pernah terjadi". Ini berisiko amat tinggi, karena aksi Rosh ini bisa dianggap illegal dan buntutnya dituntut hukuman penjara. Namun, karena misi mulia dan tak bertujuan membohongi masyarakat, ia lepas dari ancaman tersebut.

Sesuai dengan prediksi Rosh, yang lahir dengan nama Edith Renate Ursula Rosh pada 1 Oktober 1936, proyek ini langsung mendapat dukungan orang-orang penting Jerman seperti mantan Kanselir Jerman Willy Brandt dan penerima Hadiah Nobel, Gunther Grass. Lalu pada 1992, Kanselir Jerman saat itu, Helmut Kohl, mengutarakan dukungannya pada prakarsa pembuatan memorial itu dan menyetujui lokasi yang diinginkan.

Secara paralel, Parlemen Jerman (Bundestag) menyetujui kucuran dana sebesar 25,3 juta euro untuk konstruksi memorial dan pusat informasi ditambah 2,3 juta euro untuk interior dan kelengkapannya.

Musim semi 1995, diadakanlah sebuah kompetisi desain umum yang diikuti 528 peserta. Tim juri yang dikepalai oleh Walter Jens memilih dua pemenang, yaitu Simon Ungers (Cologne/New York) dan Christian Jackob-Marks beserta timnya: Hella Rofles, Hana Scheib, dan Reinhard Stangl dari Berlin. Namun, usaha ini tak langsung berjalan mulus. Tiba tiba Helmut Kohl tidak berkenan dengan desain Christian Jackob Marks dan konco-konconya.

Sebuah kompetisi desain memorial terbatas digelar dua tahun kemudian. Diundanglah 25 arsitek dan pematung yang namanya telah kondang di mancanegara untuk berkompetisi. November 1997, lima anggota komisi memilih dua desain yang dirancang oleh arsitek kenamaan Amerika, Peter Eisenmann/Richard Serra dan Gesine Weinmiller dari Berlin. Para pendukung prakarsa ini mendapat banyak masukan dari Jochen Gerz (Paris) dan arsitek kondang keturunan Yahudi, Daniel Libeskind (Berlin).

Dalam sebuah wawancara menjelang diresmikannya memorial ini, Lea Rosh bertutur, ''Kami merasa berutang pada korban-korban kekejaman itu, sehingga kami tetap menjalani proses pembangunannya dari tahun ke tahun, kami tak pernah membayangkan sebelumnya semua ini akan makan waktu 17 tahun lamanya." Rosh berharap, monumen ini tak hanya mengingatkan pada yang telah terjadi, juga menghidupkan diskusi antara generasi muda tentang tragedi tersebut.

Memasang Gigi Geraham

IDE aneh ala Rosh tak sekadar urusan publikasi. Beberapa hari setelah peresmian memorial itu, Lea Rosh menyampaikan keinginannya untuk menempatkan sepotong gigi geraham dari korban kamar gas di Belzec dan secarik tanda Bintang Daud hitam dengan dasar kuning --dulu digunakan untuk menandai penduduk keturunan Yahudi-- pada salah satu tiang beton memorial.

Pada sebuah konferensi pers, Rosh bercerita bahwa secarik penanda Yahudi itu ia dapatkan dari seorang Belanda yang tinggal di Amsterdam yang ibunya dieksekusi pada kamp konsentrasi Nazi. Ia amat terkesan pada ide memorial tersebut sehingga mendermakan benda kenangan itu untuk kepentingan publik sebagai bukti sejarah.

Namun, Kepala Central Council Jew Jerman, Paul Spiegel, mengaku amat kaget dengan ide Rosh yang dianggapnya sebagai sebuah penghujatan. "Saya merasa terhina dan Rosh berlaku layaknya orang tak beriman," ujarnya.

Pemimpin Komunitas Yahudi Berlin, Albert Meyer, juga mengungkapkan bahwa ide tersebut tak dapat diterima para keturunan Yahudi. "Memorial tak dapat dijadikan sebagai tempat suci atau kuburan. Bila Rosh melanjutkan ide ini, kami orang orang Yahudi akan berpikir ulang untuk memasuki memorial tersebut," ungkapnya.

Ross menyanggah kritikan itu dengan mengatakan bahwa ia telah mendiskusikan idenya itu dengan arsitek proyek tersebut, Peter Eisenmann, dan seorang rabbi (pemimpin umat Yahudi).

Yad Vashem di Eropa

SAAT matahari menghilang dari peredaran, 180 lampu yang ditanam di tiap ruas gang serentak menyala, sehingga siapa pun dapat megunjungi memorial ini 24 jam. Tak sulit untuk mencapainya. Bus dan kereta bawah tanah selalu berhenti, puluhan meter saja dari lokasi itu.

Holocaust Mahnmal juga dilengkapi dengan museum dan pusat informasi yang terletak di bagian timur memorial (Cora Berliner Strasse). Tak dipungut biaya apa pun untuk memasukinya, namun pengunjung harus melewati dua kali pemeriksaan bawaan.

Pada checkpoint pertama, pengunjung dapat menitipkan bawaan mereka yang terlalu besar atau banyak. Setelah itu antre menunggu giliran masuk. Dengan menuruni tangga, pengunjung harus melewati checkpoint pemeriksaan kedua: detektor logam. Penjagaanya ketat dan tegas seperti memasuki bandar udara internasional.

Ulrich Baumann, staf hubungan masyarakat memorial ini, mengatakan bahwa tiap harinya pusat informasi ini dikunjungi sekitar 2000 orang. Ditanya mengenai keamanan yang teramat ketat, ia menjawab, "Kami harus selalu waspada, meski sejauh ini belum pernah terjadi insiden apa pun."

Di sepanjang selasar information center itu dipajang informasi singkat mengenai sejarah Holocaust di Eropa dari tahun 1933 sampai 1945, lengkap dengan ilustrasi foto bagaimana orang orang keturunan Yahudi dipermalukan dan diperlakukan dengan kejam oleh Nazi. Di ujung ruangan, tampak enam foto wajah orang orang Yahudi berukuran raksasa yang mewakili keenam juta korban pria dan wanita dari berbagai generasi: uzur, dewasa, dan anak anak.

Pusat informasi itu punya empat ruangan dengan tema berbeda. Pertama, Room of Dimensions. Kesannya redup, kosong, dan depresif, namun menyampaikan berjuta makna. Pesan, surat, atau kartu pos yang tak sempat dikirim para tahanan dari berbagai kamp konsentrasi kepada sahabat dan keluarga ditampilkan di sini.

Isi pesan surat-surat itu betul betul mengharu biru dan menghancurkan perasaan. Banyak berisi keputusasaan menghadapi kematian dan kesakitan. Mereka ingin mengabari relasi mereka perasaan yang mereka alami. Pada keempat dindingnya dituliskan nama nama lokasi kamp konsentrasi yang tersebar di Eropa dan jumlah korban yang mati di tiap kampnya.

Ruang kedua, Room of Families. Foto foto hitam putih memudar terpasang pada displai-displai yang berpendar. Wajah wajah bahagia dengan bayi-bayi berpipi bulat ini adalah gambar 15 keluarga besar orang orang keturunan Yahudi dari berbagai negara, tingkat sosial, dan kultur di Eropa sebelum anti-Semit merebak. Di situ diceritakan sejarah singkat keluarga dan yang menimpanya setelah perang dunia kedua berakhir. Hanya beberapa yang selamat dari keganasan Holocaust dan sempat lari keluar negeri. Mereka inilah yang menceritakan kembali yang terjadi dengan keluarganya yang tercerai berai.

Ruang ketiga bernama Room of Names. Lagi lagi redup dan kosong. Hanya tiga lempeng batu yang terletak di situ. Bentuknya tak jauh dari kesan pekuburan, Pengunjung dapat duduk dan mendengarkan biografi singkat 800 korban yang tewas pada kamp kamp konsentrasi dalam bahasa Inggris dan Jerman. Durasi setiap biografi berlangsung sekitar tiga menit. Nama orang yang sedang dibacakan lewat audio dengan sistem mutakhir itu akan berpendar pada keempat dindingnya.

Untuk mendapatkan data-data ini, Yayasan Memorial untuk Kaum Yahudi Terbunuh di Eropa bekerja sama dengan Yad Vashem, pusat informasi mengenai orang orang Yahudi yang terbunuh pada Perang Dunia II, yang bertempat di Har Hazikaron, Jarusalem, Israel. Yad Vashem memiliki 62 juta halaman dokumen yang berkaitan, 267,500 foto, 2 juta halaman kesaksian tertulis, dan ribuan film pengakuan yang direkam di atas pita video.

Sampai saat ini, Yad Vashem telah berhasil mendata 3,2 juta nama korban. Namun hingga saat ini, pusat informasi pada Holocaust Memorial Berlin ini baru sanggup merekam biografi dari 800 orang, yang prosesnya makan waktu dua tahun. Konon, bila biografi ke-3,2 juta nama itu dibacakan nonstop baru akan selesai setelah enam tahun, tujuh bulan, dan 27 hari!

Ada kemiripan konsep pembagian ruangan pada Information Center di Berlin ini dengan Yad Vashem, yang juga sama sama memiliki sebuah Hall of Names. Ruang terakhir adalah Room of Places. Ruangan ini menyimpan gambar, peta, dan data 200 lokasi Holocaust di seluruh Eropa. Fokusnya adalah delapan kamp konsentrasi terbesar. Seperti Auschwitz, Babi Yar, dan Belzec. Pengunjung dapat mendengar berbagai kesaksian dari kotak-kotak telepon yang tersedia dalam berbagai bahasa.

Pada foyer terakhir terdapat berderet komputer yang menyimpan 3,2 juta data orang orang yang terbunuh. Pengunjung dapat mencari nama yang diinginkan dengan memasukkan data nama, tempat tinggal, atau tahun kelahiran. Pihak pusat informasi mengatakan akan tetap memperbarui informasi sama seperti yang didapatkan Yad Vashem.

Di dekat pintu keluar, disediakan buku tamu yang isinya kesan kesan para pengunjung. Di sampingnya, ada pusat data yang menyimpan arsip pemberitaan mengenai Holocaust masa lalu dan perdebatannya pada saat ini dari pelbagai media di dunia. Kesan pengunjung pun beragam. Ada yang memuji, tapi tak sedikit yang mencela. "Ada yang hilang dari judul besarnya sebagai memorial. Kurang menyentuh," kata Ingo , seorang warga Berlin, kepada Gatra. Bagi dia, monumen ini tak lebih dari sekumpulan batu. "Cocok buat petak umpet atau cari angin seperti saya," ungkap pria 30 tahun ini dengan tawa berderai.

Asmayani Kusrini dan Miranti Soetjipto (Jerman)



Berawal dari Worms

MUSIM panas 1997, Worms, Jerman. Peter Eisenmann berdiri tegak di tengah-tengah Holy Sands. Matanya memandang jauh menyusuri lekuk-lekuk pekuburan Yahudi tertua di Eropa itu. Sambil merapatkan jaket untuk menghindari angin dingin, dengan mata terkatup, dia menghirup napas, membaui aroma lembap bercampur bau lumut di tengah pekuburan yang berasal dari abad ke-11 itu. Dengan langkah pelan, dia mengamati batu-batu nisan berbentuk segiempat yang tertanam dan tersebar tak beraturan di seluruh area pekuburan.

Lalu datanglah ide itu. Eisenmann bergegas kembali. Lalu pada November tahun itu juga, dia memamerkan karyanya di depan lima anggota juri kompetisi desain Holocaust Memorial di Berlin. Sebanyak 25 arsitek dan pematung yang namanya telah kondang di mancanegara ikut berkompetisi di ajang ini. Rancangan Peter Eisenman bersama koleganya, Richard Serra dan Gesine Weinmiller dari Berlin, terpilih sebagai pemenang.

Proyek pembangunan memorial dan desain kedua pemenang itu dipamerkan pada publik. Masyarakat menyambut antusias desain rancangan Eissenman. Meski dinyatakan menang pada kompetisi itu, Eisenmenn dan Serra masih harus bekerja keras. Atas saran Kanselir Jerman saat itu, Helmut Kohl, desain memorial tersebut harus direvisi.

Pertengahan 1998, Richard Serra mundur. Eisenmann ber-"solo karier" mempresentasikan desain yang telah dimodifikasi berjudul "Eisenmann II". Namun, lagi-lagi, proyek ini menemui hambatan karena hasil pemilihan parlemen membuat Helmut Kohl tak lagi menjabat sebagai kanselir. Partai koalisi baru yang saat itu baru berkuasa, SPD dan Partai Hijau, setuju untuk menyerahkan keputusan proyek itu pada parlemen Jerman (Bundestag).

Menteri Negara Kebudayaan dan Media Jerman, Michael Naumann, mengusulkan untuk mengombinasikan bangunan memorial itu dengan perpustakaan, pusat riset, dan House of Rememberance. Lagi lagi, Eisenmannn harus memodifikasi desainnya, sehingga diluncurkanlah "Eisenmann III".

Enam bulan kemudian, setelah pameran dan acara dengar pendapat, Bundestag memutuskan untuk mewujudkan prakarsa memorial itu dan kembali pada desain Eisenmann sebelumnya, "Eisenmann II", ditambah sebuah pusat informasi tentang korban korban yang dibunuh.

Selain itu dibentuklah Yayasan Stiftung Denkmal fuer die ermordete Juden Europas, yang menjalankan keputusan tersebut, diketuai langsung oleh Presiden Jerman Wolfgang Thierse dan Profesor Sibylle Quack sebagai direktur eksekutif.

Sepanjang tahun 2000, sang arsitek Eisenmann memulai penjajakan untuk membangun sebuah pusat informasi yang dibangun tepat di bawah memorial yang ia rancang. Dari sekian banyak proposal, terpilihlah rancangan Dagmar von Wilcken yang dianggap harmonis dengan konsep Eisenmann.



Doktor Teori Desain

EISENMANN lahir pada 1932 di Newark, New Jersey, USA. Mempejari arsitektur pada 1951 sampai 1955 di Cornell University di Ithaca, New York, dan melanjutkan pada Columbian University New York. Thesis doktornya diselesaikan dengan tema teori desain.

Pada 1957, ia mulai bekerja pada pelbagai perusahaan konsultan arsitektur, termasuk perusahaan milik Walter Gropius, The Architects Cooperative. Ia juga mulai mengajar pada 1960 pada sederet universitas kondang termasuk Cambridge University dan Princeton University. Ia sempat mengepalai Institute for Architecture and Urban Studies di New York. Tak lama, ia meraih gelar profesornya pada University of Maryland (1978), Harvard University (1982-1985), dan The Cooper Union dan Ohio State University. Pada awal kariernya, Eisenman dan teman temannya, Charles Gwathmay, John Hejduk, Michael Graves, dan Richard Meier, membangun grup arsitek bernama The New York Five.

Eisenman juga menulis sejumlah buku termasuk House X (Rizzoli), Fin diOu T Hous (The Architectural Association), Moving Arrows, Eros and Other Errors (The Architectural Association), dan House of Cards (Oxford University Press), serta membantu Jacques Derrida ketika filsuf itu menulis buku Chora L Works (Monacelli Press). Karya-karya Eisenmann secara teori banyak terkait dengan Friedrich Nietzsche, Noam Chomsky, dan Jacques Derrida.

Awal 1980, Eisenmann mendirikan perusahaan sendiri di New York dan sejak saat itu ia merancang beberapa struktur penting. Namanya mulai mengorbit setelah desainnya untuk perumahan dan bangunan komersial, baik di Amerika maupun Jerman, disukai orang. Ia juga menjalin kerja sama dengan International Building Exhibition Berlin pada 1987.

Karyanya yang terkenal adalah sejumlah bangunan untuk kegiatan budaya di Amerika, termasuk Wexner Center for the Visual Arts and Fine Arts Library, Greater Columbus Convention Center di Columbus, Ohio. Proyek yang dirampungkan tahun 1990 adalah kantor pusat Koizumi Sangyo Corporation di Tokyo.

Sejak 1990, Eisenmann memenanggkan beberapa kompetisi penting tingkat internasional. Juni 1999, proyeknya untuk mendesain ulang waterfront di West Manhattan meraih Respected Architectural Prize di Amerika. Desember 1999, ia diganjar sebagai pemenang pertama pada kompetisi internasional untuk mendesain pusat budaya kota Santiago de Compostela, Spanyol, yang terdiri dari museum, perpustakaan, dan gedung opera. Saat ini, ia sedang menangani sebuah stadium American football di Phoenix, Arizona, dengan kapasitas 60,000 penonton.

Untuk karya karyanya yang impresif ini ia meraih penghargaan The Golden Lion pada Architectur Biennale di Venice, pada 2004. Di samping itu, berbagai tulisan Eisenmann yang telah dipublikasikan, aktivitas akademis internasional, dan bermacam penghargaan internasional yang telah diterima membuatnya masuk jajaran arsitek senior kelas dunia.

Miranti Soetjipto

***

Jantung Ministerial Garden

LOKASI Holocaust Memorial terletak di bagian utara Ministerial Garden, antara Bahrenstrasse dan Hannah-Arendt Strasse. Setelah kejatuhan dinding Berlin, asosiasi yang mendukung ide ini menginginkan lokasi pembuatan berdirinya memorial itu tepat di jantung kota Berlin pada bekas lokasi Ministerial Garden. Lokasi ini punya sejarah sendiri. Pada pertengahan 1800, lokasi yang dimaksud tadi terletak di ujung taman kota Grosser Tiergarten, antara Ebertstrasse dan Wilhelmstrasse.

Saat itu, terdapat tujuh bangunan perumahan megah (residen) yang menyerupai istana. Tiap residen memiliki satu kebun atau taman yang amat luas. Seiring dengan perkembangan Berlin sebagi kota besar, awal tahun 1900 Pemerintahan Prussia --yang kemudian berganti menjadi German Reich-- mengambil alih perumahan mewah tersebut menjadi kantor kantor pemerintahan.

Wilhelmstrasse atau Jalan Wilhelm menjadi pusat pemerintahan Jerman-Prussia. Kebun kebun luas yang terletak dibelakang kantor kantor itu terkenal dengan nama Ministerial Garden. Sampai tahun 1945, tempat ini masih menjadi kebun Wilhelmstrase Nomer 72 dan 73.

Kedua residen ini memiliki kisah yang menarik. Pada 1920, Wilhelmstrasse 72 dijadikan sebagai kantor kementrian urusan pangan. Pada 1937, Menteri Propaganda German Reich, Joseph Goebbels, mendirikan gedung tambahan sebagai villa yang belakangan dilengkapi dengan bungker. Musim semi 1945, kemegahan bangunan tersebut tak bersisa setelah dibom habis Sekutu, cuma bungkernya yang utuh.

Puing-puing bangunan di Wilhelmstrasse dibersihkan hingga tak berbekas pada awal 1960. Kebun pelengkap kemegahan gedung gedung pemerintah pun lenyap. Apalagi saat pembangunan dinding Berlin yang melintang beberapa meter dari situ. Pemandangan yang tadinya bak taman firdaus pun berubah statusnya menjadi death-strip. Setelah runtuhnya dinding Berlin, lokasi itu dibiarkan kosong sampai kemudian didirikan memorial.

Miranti SoetjiptoPublished: Gatra 43/ 10 September 2005

Popular Posts