Venus Messe: Ketika Seks Dirayakan


Venus sebagai penghelatan pameran erotik internasional di Berlin, Jerman, didatangi ribuan pengunjung. Ajang penghargaan khusus untuk industri film porno. Ada mahasiswa asal Indonesia di Amerika yang menjadi artis film biru.

Pameran Seks di Berlin (GATRA/Miranti Soetjipto)BAGI publik negeri ini, pornografi atau pornoaksi selalu jadi tema hangat. Halaman-halaman surat kabar kerap dihiasi perdebatan seputar isu ini. Kisah penggerebekan gerai-gerai gelap penjual film-film biru serta kabar pemusnahan rekaman-rekaman penuh syahwat itu juga sering sampai ke publik. Tapi semua bak lingkaran setan. Tak bisa dikenali akhirnya.

Kasus generasi muda yang terjebak pengaruh kultur pornografi ini juga muncul ke permukaan satu per satu. Ada kasus video porno sepasang mahasiswa Bandung, lalu rekaman curi-curi hubungan seks pasangan muda di Lombok, hingga klip singkat pamer dada siswi SMA yang beredar antar-telepon genggam.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahkan sampai mengemukakan keprihatinannya secara terbuka. "Ini sudah tidak bisa ditoleransi. Segera lakukan upaya maksimal," katanya. Toh, pornografi dan pornoaksi tak hilang hanya dengan retorika. Perang terhadap pornografi adalah perang terhadap kepentingan kapital yang luar biasa besar.

Bisnis ini, di negeri Barat, memang telah jadi kekuatan kapital luar biasa. Tanpa malu, mereka tampil terbuka. Wartawati Gatra, Miranti Soetjipto, sempat "nyasar" mengunjungi pameran erotika internasional di Berlin, Jerman. Ia kaget, menyadari betapa jauh jarak antara nilai yang ia percaya dan perayaan kesenangan syahwat yang ia lihat. Berikut laporannya.




LIPUTAN ini benar-benar meneror mental. Setiap kali mau mengetik laporan, jari-jari di atas keyboard seolah melawan. Rasa mual memilin-milin perut. Padahal, peristiwa itu sudah berlalu enam bulan.

Saya sama sekali tak menyangka bakal begitu menderita. Saat menuju lokasi liputan, bermobil sekitar empat jam dari Nurenberg, saya enjoy saja. Panitia penyelenggara yang saya hubungi beberapa hari sebelumnya memberikan informasi yang cepat-akurat dengan ramah. Tentulah tampilan event ini bakal profesional dan resmi.

Bertempat di Berlin, pameran erotik internasional yang saya datangi dinamai "Venus", diambil dari nama dewi cinta epos Yunani. Digelar untuk kedelapan kalinya pada awal musim dingin, 21-24 Oktober lalu. Padatnya pengunjung dan tingginya peserta pameran (213 peserta dari 20 negara) yang mengisi stan-stan membuat Venus diadakan secara berkala setiap tahun.

Pameran ini dijadikan ajang promosi dan temu pelaku industri hiburan dewasa dari berbagai negara, terutama Eropa dan Amerika. Hari pertama dikhususkan untuk kalangan pebisnis. Hari-hari berikutnya, baru dibuka untuk umum. Tidak hanya itu, Venus juga membuat penghargaan khusus pada industri film porno, semacam Piala Oscar untuk film film Hollywood. Bukan main!

Untuk orientasi awal, saya membuka halaman-halaman katalog pameran setebal 300 halaman yang didapat setelah registrasi wartawan. Membaca nama-nama stan yang menjejali enam hall Gedung Messe, Berlin, itu sudah cukup membuat mata orang awam terbelalak, apalagi membaca lebih detail. Bisa menggoda syahwat, merinding, atau bahkan bikin perut mual! Padahal, baru katalog.

Namun, kenyataannya, banyak orang rela terbang ke ibu kota Jerman itu dan merogoh kantong lebih dalam untuk membayar tiket masuk sebesar 24 euro (sekitar Rp 288.000). Chris Gkikas dan belasan teman sekantornya datang jauh dari Florida, Amerika Serikat. "Saya ingin membuktikan kehebohan Venus Messe," kata Chris kepada Gatra.

Ia mengakui, pameran erotik di Amerika kalah kelas dibandingkan pameran yang ditontonnya sekarang. Di Amerika, tidak ada model atau artis yand betul-betul tampil bugil secara live. Sulit mendapatkan penari gogo kelas hardcore. "Tidak seperti di Eropa, di Amerika tidak ada show dengan lelaki bugil," ungkapnya.

Pendapat umum di Amerika, menurut Chris, menganggap industri seks yang mengekspose tubuh wanita sangat memalukan. ''Di negeri kami, hal-hal seperti itu berstandar ganda,'' katanya mencibir. Ia mencontohkan majalah macam Playboy yang laku keras. ''Siapa sih yang membaca artikel di majalah Playboy? Mereka hanya melihat gambarnya! Aneh memang,'' Chris menambahkan. Setelah menonton Venus, ia menyimpulkan: Amerika amat takut pada keterbukaan seks. Di Eropa, seks dirayakan besar-besaran.

Saat ini, Chris dan teman-temannya sedang menggarap website porno untuk menembus pasar Eropa. Tentu dengan selera Eropa, yang menonjolkan kecantikan alami. Pasar Amerika, kata Chris, lebih senang model dengan buah dada besar dan bibir hasil operasi plastik.

Saru dan Menggelikan

TAK semua pengunjung diizinkan masuk. Umur harus 18 tahun lebih. Identitas harus ditunjukkan di loket masuk. Para anggota sekuriti berbodi ala Vin Diesel mencegat semua pengunjung pada pintu masuk. Dua langkah lepas dari secure line, kantong-kantong plastik berisi katalog, selebaran, bahkan DVD film biru (asli) berdurasi pendek dibagikan secara gratis. Dentuman musik disko yang memekakkan telinga mengiringi langkah memasuki ruang-ruang berukuran raksasa yang dijejali item-item penggoda syahwat.

Penyelenggara tidak membagi bagi hall dalam kategori. Rumah produksi film porno, penerbit majalah porno, produsen sex toys, perusahaan adult website, distributor kostum erotis dan aksesori perhiasan tubuh, serta rumah-rumah tari bugil (striptease bars) saling bersisian. Tiap stan berebut untuk mendapat perhatian pengunjung. Sales promotion girl (SPG) pameran mobil yang terkenal dengan penampilan seronok tak ada apa-apanya dibandingan SPG pameran ini. Mereka memacak diri seseksi mungkin untuk menarik pengunjung menghampiri jualannya.

Rumah rumah produksi film yang telah punya nama besar, seperti Vivid Entertainment, Magma, Scala, dan perusahaan-perusahaan distributor film, memajang produksi mereka dengan poster ukuran XXL yang seronok, memutar filmnya pada layar-layar raksasa. Selama jam tayang, para aktris yang jungkir balik melakoni scene-scene film itu ikut hadir berpromosi dengan membagikan tanda tangan kepada para penggemar.

Sebagian dari mereka bisa diminta membuka blus, menunjukkan dadanya yang polos untuk diabadikan oleh pengunjung dan wartawan foto. Tiap stan yang sedang berpromosi macam itu biasanya dijaga satu-dua sekuriti. Aneh rasanya memasuki sebuah hall yang di tiap sudutnya terpasang layar monitor berukuran home theatre, dan semuanya memutar adegan ranjang kelas berat. Ke mana kaki melangkah, beragam tampilan seks bertubi-tubi tertangkap mata. Tiada ampun.

Rumah produksi yang amat terkenal di kalangan penggemar hiburan dewasa, Private dari Media Group yang berbasis di Barcelona, Spanyol, menggunakan event ini untuk promosi film andalan terbaru mereka, Millionaire. Akrtis-aktris pendukung seperti Claudia Ferrari dan Stacy Silver hadir menggunakan rok mini dan T-shirt ketat. Mereka duduk manis di bangku tinggi, siap difoto, sekadar ngobrol dengan penggemarnya, atau dimintai tanda tangan. Mereka juga menyediakan pamflet foto diri full colour berukuran A4, yang tentu saja nyaris bugil. Stan Private ini cukup menarik perhatian karena berlokasi di tengah hall, berukuran paling luas (215 meter persegi), dilengkapi dengan lobi bertingkat, dikelilingi secure line beludru warna merah, dan dijaga khusus oleh bodyguard.

Rumah produksi lain tak kalah heboh. Mereka memajang aktor dan aktris yang berperan pada film mereka dengan pakaian seminim mungkin, plus bercumbu dengan "hot" di sebuah sofa merah besar yang tampak nyaman. Banyak pengunjung yang terpaku melihat pertunjukan ini, lupa mengarahkan kameranya hingga bermenit-menit. Sementara rumah-rumah produksi yang skalanya lebih kecil biasanya hanya memajang produknya, seperti poster, DVD, dan kaset video.

Perusahaan-perusahaan distributor film selalu siap dengan katalog dan brosur film-film yang mereka miliki. Untuk menilik isi katalognya saja, dibutuhkan ketabahan mental luar biasa. Daftar film lengkap dengan gambar sampul, dari yang malu-malu sampai yang menjijikkan karena tak menghiraukan lagi estetika, diurut sesuai dengan kategorinya, seperti softcore, hardcore, fetish, gay, lesbian, wanita dengan berbagai warna kulit dan warna rambut, wanita hamil, wanita uzur, anal, penyiksaan, biseksual, dan pemuasan sendiri (masturbasi).

Judul-judul film tersebut juga tak kalah saru dan menggelikan: More of what women want, The hot house wives, Sex toys story, Dangerous desires, Fresh meat, Gallery of sin, Sex divas, Pleasure slaves. Harga distributor yang ditawarkan amat beragam, 10-35 euro.

Rumah produksi Man's Art, yang khusus memproduksi film-film erotik bertema gay atau homoseks, menampilkan aktor-aktornya yang ganteng dan amat muda. Mereka berpose menantang pada sebuah panggung putar. Di tengahnya ada Venus Award yang baru mereka peroleh untuk kategori penyutradaraan film gay internasional terbaik. Mereka bertelanjang dada, menunjukkan bentuk tubuh hasil tempaan studio kebugaran, menggunakan celana jins ketat bergaris pinggang amat rendah, tampak santai di tengah siraman lampu sorot. Sesekali mereka mau saja diminta menari, bahkan bersedia menanggalkan jins untuk para juru foto amatir yang biasanya wanita.

Venus Award Bintang Porno

SELAMA pameran berlangsung, strip show digelar nonstop, berpindah dari satu stan ke stan lain. Pengunjung biasanya bergerombol memadati pole stage setinggi satu meter yang dipasang tersebar di seluruh lokasi. Tiap pertunjukan dibawakan secara tunggal. Gadis-gadis belia bertubuh mulus aduhai bergantian unjuk tubuh. Mereka tampil dengan pandangan yakin, make-up tebal, bersepatu bot sebatas betis dengan hak tinggi, berpakaian minim yang tentu saja seksi, dan tak lupa mengurai rambutnya. Gerakannya erotis, buas, menantang, mengikuti dentuman lagu disko, melingkar-lingkar, memanjat tiang satu-satunya di panggung 1 x 1 meter itu. Panas, menggoda berahi.

Bila mau, pengunjung boleh menyelipkan tips berupa lembaran uang-uangan, yang dijajakan seharga 5 sampai 10 euro, pada tubuh-tubuh berpeluh itu. Sebagai penari striptease, menanggalkan penutup tubuh sampai tuntas adalah ritual wajib. Tak ada yang ditutupi. Semua lipatan bisa disimak. Lagi-lagi blitz kamera penonton tak henti berpendar.

Beberapa stan rumah minum di pameran ini juga menggelar strip show pada meja bar mereka untuk menarik tamu. Dengan lampu remang-remang, di sini orang tampak tak terlalu antusias menonton, namun tetap saja pengap karena asap rokok yang tak henti mengepul.

Bagaimana membedakan antara praktek prostitusi dan show macam itu? Seorang penari yang dikuntit sampai ruang ganti dengan ketus berkata, "Saya penari profesional, tidak lebih jauh!"

Hari pertama perhelatan, penyelenggara Venus Messe mengadakan malam gala penganugerahan Venus Award dengan 53 kategori kepada perusahaan, para aktris dan aktor, serta film-film berprestasi sepanjang 2003. Kategorinya, antara lain, film gay internasional terbaik, website porno terbaik, perusahaan adult entertainment Jerman terbaik, sutradara Jerman terbaik, aktris pendatang Eropa dan Prancis terbaik, video seri terbaik Eropa, aktris Eropa Timur terbaik, dan aktor Eropa terbaik yang dimenangkan Nacho Vidal.

Bagai pemenang Piala Oscar, saat menerima Venus Award di panggung untuk kategori aktris porno Amerika terbaik, Jesse Jane berkata, ''Terima kasih untuk memperhatikan usaha saya tahun ini. Saya beruntung telah mengambil bagian pada beberapa produksi yang membutuhkan kerja amat keras, dan saya tak akan mungkin meraih ini semua tanpa arahan Robby D." Malam itu, Robby D. pun diganjar penghargaan untuk sutradara Amerika terbaik.

Tak mengherankan bila keseluruhan acara itu bertabur bintang porno, baik dari Eropa maupun Amerika, seperti Toni Ribas beserta istri, Sophie Evans, juga Rocco Siffredi dan Dolly Buster. Wartawan televisi Jerman pun tampak mondar-mandir, lengkap dengan peralatan kamera.

Fashion show kelas amatir digelar pada stan-stan produsen kostum erotis. Pakaian yang dirancang khusus untuk menggelorakan hasrat ini tentunya lain dengan potongan pakaian sehari-hari. Modelnya spesial dengan sodetan nakal atau bukaan pada bagian-bagian yang tak semestinya. Bahannya pun beragam, dari katun, poliester, jaring, kulit, bahkan lateks. Nyaman? Tentu tidak! Sifat bahan umumnya harus dapat menonjolkan bentuk atau menampakkan bagian tubuh (tembus pandang). Kostum ini tentu tidak terdapat di department store. Hanya bisa diperoleh di butik yang menjual khusus benda-benda erotik.

Ketiadaan catwalk menuntut mereka untuk kreatif. Peragawan-peragawati yang sudah mengenakan kostum seronok lengkap dengan aksesorinya, seperti topeng, belenggu, kalung rantai, atau pecut kulit, berpose di atas meja meja stan, bergelantungan pada tiang-tiang penyangga baliho, atau berseliweran di antara para pengunjung sekaligus membagikan brosur dan pamflet dari perusahaan yang mereka promosikan.

Selain pebisnis, pengunjung yang memadati pameran ini umumnya kaum pria dari berbagai umur dan beragam kalangan. Hampir semua melengkapi petualangan mereka hari itu dengan menjinjing kamera digital jenis poket dengan baterai penuh.

Gadis-gadis yang bermimpi menjadi artis karbitan mencari kesempatan ikut casting perusahaan film atau majalah porno dengan gaya habis-habisan. Rok supermini, kaus ketat tembus pandang berpotongan dada rendah, kaus menggantung yang menampakkan perut dengan piercing pada pusar, warna kulit sawo matang hasil panggangan studio ultraviolet, sepatu stiletto setinggi langit, warna rambut yang tak natural dengan potongan mutakhir nan seksi, adalah pemandangan lumrah pada event ini.

Pesta Media Porno

PERUSAHAAN website seperti Erotic Lounge.com, anak perusahaan T-Online (perusahaan swasta jasa telekomunikasi Jerman), menawarkan jasa adult entertainment lewat internet. Peminat tinggal meng-klik website mereka, memilih film yang diinginkan, lalu langsung download. Namun hal ini tak bisa dilakukan sembarangan. Untuk mendapatkan kualitas sempurna, harus memiliki fasilitas DSL. Sistem ISDN tak akan mampu mengakses dengan baik. Selanjutnya, biaya akan langsung ditagih lewat rekening telepon.

Armin Wissgugel dari T-Online kepada Gatra mengaku menawarkan servis premium bagi pelanggannya untuk memudahkan. Mereka bisa memilih film-film yang diinginkan selama 24 jam tanpa harus pergi ke toko. Erotic Lounge.com tidak memproduksi film-film yang mereka tawarkan, namun mendapatkannya dari perusahaan distributor film. "Dalam satu tahun, kami meraih 75.000 pelanggan," katanya.

Dengan stan berbentuk lounge berkelas, nyaman, dengan sofa-sofa lembut ultramodern dan layar-layar komputer yang langsung mengakses website mereka, Erotic Lounge menawarkan jasanya dengan biaya 1,5 euro untuk 15 gambar porno, 3 euro untuk klip porno berdurasi 25 menit, 5 euro untuk sekali download film softcore, dan 7 euro untuk film hardcore. Sales promotion mereka yang tampil modis bagaikan boneka Barbie dan Ken menawarkan paket-paket hemat.

Yang sepi pengunjung adalah perusahaan alat kontrasepsi Durex. Letaknya sebenarnya cukup strategis, dekat dengan pintu penghubung. Siapa pun yang menuju hall lain akan melihat stan ini. Namun, sepanjang pengamatan, tak satu pengunjung pun yang mampir. Dibandingkan stan lain, Durex terlalu sopan sehingga pengunjung ogah melongok. Tak mengherankan bila penjaga stan ini hanya duduk terkantuk-kantuk atau sesekali main game pada notebook-nya.

Yang mendominasi pameran ini adalah perusahaan media cetak untuk majalah porno. Di Jerman sendiri, terdapat lebih dari 15 majalah kelas porno yang tampil dengan berbagai gaya. Inter Publish Gmbh yang berpusat di Hamburg, misalnya, menerbitakan enam jenis majalah porno berbahasa Jerman, antara lain Coupe, Praline, Blitz, dan Wochenende. Isi ketiga majalah terakhir tak jauh dari tema seks, didukung berhelai-helai foto vulgar nona-nona muda tak mengenakan sehelai benang pun, kolom cari pasangan esek-esek, iklan telepon saluran premium (keduanya dilengkapi foto-foto yang vulgar), iklan dering HP, ditambah di sana-sini dengan artikel mengenai otomotif, resensi film terbaru, kesehatan alat reproduksi, dan sepak bola.

Walaupun mutu jurnalistiknya meragukan, distribusi majalah Praline saja merambah 12 negara, yaitu Belgia, Denmark, Prancis, Yunani, Belanda, Italia, Luksemburg, Austria, Portugal, Swiss, Spanyol, dan Hongaria. Harga jualnya "hanya" 1,65 euro per eksemplar (sekitar Rp 19.800) --untuk perbandingan, harga majalah wanita Glamour 1,80 euro, majalah Der Spiegel 3 euro. Yang mengherankan, majalah itu adalah salah satu sponsor terbesar untuk event Venus Berlin ini, dan juga satu acara televisi yang mengupas melulu masalah seks berjudul ''Wa(h)re Liebe''. Waktu tayangnya hanya sekali seminggu di atas pukul 22.00.

Isi majalah Coupe sesungguhnya tak jauh berbeda, namun foto-fotonya agak lebih bermutu dan ingin mendekati gaya berkelas macam majalah Playboy. Tak aneh bila harga per eksemplarnya 3,10 euro (sekitar Rp 37.200). Di sudut stan, mereka membuka studio untuk sesi foto bagi model-model karbitan berbikini. Untuk yang berani nekat, boleh juga berpose non-bikini. Setiap hari, dua pencari bakat dari majalah itu bekeliaran mengincar pengunjung yang masuk kategori mereka untuk dijadikan model. Tak mengherankan kalau sudut itu selalu padat penonton.

Chain sex shop raksasa macam Beate Uhse dan Orion tak mau ketinggalan mengambil bagian dalam ajang Venus Berlin ini. Stan mereka besar-besar. Toko-toko mereka tersebar di seluruh penjuru Eropa. Bahkan di Bandara Frankfurt pun ada.

Di Jerman saja, Orion memiliki lebih dari 130 toko. Pada 1940-an, Mr. dan Mrs. Rotermund memulai usaha mereka dengan mail order khusus karet pengaman (kondom). Usaha mereka terus berkembang dengan penjualan baju-baju dalam erotik. Tahun 1970-an, mereka mulai memproduksi film porno. Chain shop Orion dimulai dengan 25 toko saja pada 1986 dan berkembang terus sampai sekarang dengan menjual 6.000 sex items. Tak aneh bila tahun ini mereka diganjar Venus Award kategori top toy product line.

Dalam press release-nya, Orion menyebutkan, dalam 18 bulan terakhir, satu setengah juta warga Jerman membeli barang lewat jasa mail order. Sebanyak 60% pemesan adalah pasangan suami-istri, 20% wanita lajang, dan 20% sisanya pria lajang. Umur mereka 21 sampai 39 tahun. Sebanyak 50% dari mereka tinggal di kota-kota kecil.

Adapun Beate Uhse AG yang didirikan mendiang Mrs. Beate Rotermund saat ini mempekerjakan 1.344 karyawan pada 200 toko yang tersebar di sembilan negara. Penjualan selama 2003 tercatat mencapai US$ 333,4 juta, dengan keuntungan sekitar US$ 12,4 juta. Tak hanya itu, mereka pun mendirikan sebuah museum yang dinamai Beate Uhse Erotik Museum di Berlin dan menjadi salah satu penarik turisme kota itu. Tahun ini, salah satu lini usaha mereka, Beate Uhse TV, menyabet penghargaan Venus Award dengan kategori top erotik TV show, dengan judul Lust pur.

Demonstrasi Lukis Tubuh

PRODUK-produk mainan dewasa (sex toys) yang dipamerkan dan diperdagangkan tak terhitung jenisnya. Bentuknya pun aneh-aneh, sehingga sulit membayangkan fungsi-fungsi benda tersebut. Fun Factory mengeluarkan produk sex toys mereka dengan desain funky. Perusahaannya yang masih tergolong baru ini membuang jauh-jauh konsep "copy bagian vital manusia". Mereka memainkan desain produk dengan bentuk-bentuk yang diperhalus dan fun, seperti ikan lumba-lumba, ulat, atau lembu. Bahannya silikon bermutu tinggi dan dibubuhi warna permen yang jauh dari warna kulit manusia.

Juliane Bessner, Public Relations Fun Factory, bertutur bahwa pangsa pasar utama produk mereka adalah wanita. "Desain yang kami kembangkan bertujuan agar kami dapat menjualnya di luar sex shop sehingga menarik para wanita untuk membelinya tanpa rasa malu. Wanita biasanya sungkan masuk sex shop," katanya. Tak ada gambar atau kata-kata vulgar pada katalog mereka. Fun Factory juga mengeluarkan produk intim seperti minyak pijat beraroma yang dikemas dengan elegan.

Demonstrasi lukis tubuh atau body painting berlangsung di sudut-sudut hall yang lebih tenang. Gadis-gadis yang bersedia dilukis harus rela berdiri bugil bagaikan kanvas hidup, di bawah terpaan AC dan tatapan penuh hasrat pengunjung yang lewat.

Yang paling mencengangkan adalah atraksi di panggung hall 21a. Dengan dukungan satu layar ukuran raksasa, fantasi tergelap manusia dipertontonkan secara langsung di bawah siraman lampu sorot ribuan watt. Tak ada tambahan biaya untuk atraksi ini. Siapa saja yang punya entry card bisa menonton. Jadwalnya setiap jam sekali, dengan tema berbeda-beda.

Bila Anda pernah menonton film 8mm yang dibintangi Nicholas Cage, scene-scene di luar akal sehat itulah yang disajikan. Walapun hanya sebuah pertunjukan dan dilakukan oleh artis berpengalaman, mereka mempertunjukkan sebuah sex scene yang memperlakukan manusia lebih rendah dari hewan. Diikat, dimasukkan dalam sangkar, disiksa, bugil pula. Mual? Tentu.

Menjelang usainya pameran hari itu, akhirnya udara segar di luar gedung terhirup kembali. Angin dingin menyergap dan berlalu seakan menghapus memori yang baru saja terekam. Lihat apa saya barusan? Astagfirullah, saya berharap betul-betul lupa!

Miranti Soetjipto
Published: Gatra 22/ 16 April 2005

Popular Posts