Museum Nusantara Belanda Tutup
Rabu, 16 Januari 2013 19:41 WIB
Belanda, (tvOne)
Mulai tanggal 6 Januari 2013, Museum
Nusantara di kota Delft, Belanda, dinyatakan tutup. Hal ini menyusul
isu hangat tentang penghematan besar besaran pada KITLV (perpusatakaan
dengan literatur nusantara terbesar di dunia) beserta Museum
Volkerkunde, Leiden dan Tropenmuseum, Amsterdam pada tahun lalu.
Keputusan Dewan Kota Delft untuk
menghentikan subsidi dan menutup Museum ini dikarenakan pemkot Delft
tak punya dana lagi untuk perawatan museum yang membutuhakan subsidi
sekitar 100.000 Euro setiap tahunnya. Pemasukan dari tiket tanda masuk
senilai 3,5 Euro bagi orang dewasa dan 1,5 Euro bagi anak anak dan
remaja berumur 12-18 tahun tidak cukup untuk membiayai perawatan gedung
museum dan isinya itu. Tahun 2012, tercatat 11.000 orang mengunjungi
museum tersebut.
Kota Delft memiliki 3 museum utama yaitu
Museum Prinsenhof, Museum Lambert van Meerten -yang menampilkan rumah
dan furnitur asli bergaya „Oud Holland“- dan Museum Nusantara. Dengan
menyusutnya subsidi untuk ketiga museum, Dewan Kota Delft pada Juni
2011 meminta museum Nusantara mencari solusi menghadapi masalah
tersebut dan memberi waktu selama 6 bulan.
Sementara itu, kota Delft yang
berpenduduk sekitar 96.000 jiwa ini tengah membutuhkan banyak biaya
untuk merampungkan proyek jalur kereta bawah tanah modern.
Museum Nusantara sempat ditutup selama 1,5 tahun untuk renovasi dan kembali dibuka pada Maret 2011.
Desember 2011, Dewan Kota Delft bertemu
kembali dan memutuskan menutup museum Nusantara. Namun mereka tetap
mempertahankan keberlangsungan Museum Prinsenhof karena menyimpan benda
benda yang erat kaitannya dengan sejarah kota Delft. Museum Lambert van
Meerten sendiri telah ditutup untuk umum pada 14 maret 2011.
Museum Nusantara merupakan bagian dari
komplek Museum Prinsenhof, terletak ditengah kota Delft. Museum
Nusantara yang berumur lebih dari 100 tahun ini merupakan satu satunya
museum diluar Indonesia yang hanya menampilkan benda benda bersejarah
dari berbagai kepulauan di Indonesia.
Gedung memanjang berlantai 3 ini
memiliki ruang pamer di 2 lantai. 1 lantai digunakan untuk penyimpanan
dan kantor. Lantai dasar terdiri dari 2 ruangan besar yaitu toko suvenir
berikut kasir dan ruang budaya Jawa. Di sini ditampilkan koleksi
berbagai macam keris, wayang kulit, kepala perahu Jawa, juga seperangkat
wayang kulit dengan lakon Willem van Oranje, yang dibuat atas
permintaan khusus museum Nusantara.
Seperangkat wayang ini menampilkan tokoh
tokoh sejarah Belanda dari abad ke 16. Pangeran Willem van Oranj,
tokoh revolusi Belanda yang memberontak terhadap kekuasaan raja
Spanyol ini, pernah tinggal di gedung yang sekarang menjadi museum
Prinsenhof. Disitu ia dibunuh.
Satu set gamelan slendro dan pelog
berumur hampir 200 tahun bernama Kyai Parijata menjadi salah satu daya
tarik museum ini. Hingga bulan Desember lalu, kelompok gamelan Marsudi
Raras masih berlatih menabuh instrumen gamelan tersebut, rutin seminggu
sekali, dengan membawakan komposisi klasik Jawa. Kelompok ini terdiri
dari warga Belanda dan orang orang Indonesia pecinta gamelan
Lantai 2 gedung ini terdiri dari 2 rúang
besar. Ruang pertamanya menyimpan berbagai koleksi batik tulis.
Ruangan ini sengaja menghindari sinar matahari demi mempertahankan warna
pada batik batik tersebut. Beberapa diantaranya telah berusia lebih
dari 100 tahun. Disini dapat dilihat koleksi „Batik Belanda“ karya
Eliza van Zuylen (1880), Jan Jans, Lien Metzelaar dan Franquemont . Ada
juga beberapa batik Hokkokai (batik pada jaman pendudukan Jepang).
Salah satu koleksi tersebut, selendang Banyumas, pernah dipamerkan pada Colonial World Exhibition di Amsterdam pada tahun 1883.
Ruangan terakhir menyimpan artefak dari
Sumatera utara, Asmat, Toraja dan Kalimantan. Yang unik adalah koleksi
benda budaya asal pulau Nias. Louise Rahardjo, yang pernah bekerja di
museum sebagai asisten kurator mengatakan bahwa Museum Nusantara
memiliki lima puluh hingga seratus obyek dari pulau Nias. Selama ini
Museum Nusantara merawatnya dengan baik., “Kami beruntung masih
menyimpan peninggalan budaya Nias. Banyak benda budaya yang turun
temurun di Nias hilang tersapu Tsunami. Sayang sekali, obyek obyek itu
pun tak bisa dilihat lagi sekarang”.
Hilly Djohani Lapian, warga Indonesia
yang tinggal di Delft sangat menyayangkan keputusan dewan kota Delft
tersebut. Ia berpendapat,” Gedung ini harus diberi kesempatan untuk
memperlihatkan budaya Indonesia dari masa lalu hingga masa kini. Kalau
menurut pengalaman saya disini, kalau suatu instansi sudah ditutup, maka
tidak akan pernah kembali lagi”.
Museum ini diresmikan pada 1911 sebagai
bagian dari Museum Prinsenhof. Dengan perubahan struktur administrasi,
namanya berubah menjadi Delfts Etnografische Museum. Tahun 1977 berubah menjadi Indonesisch Ethnografisch Museum, Volkerkundig Museum Nusantara .
Dalam perjalanannya selama lebih dari
100 tahun, museum ini sudah menggelar berpuluh pameran khusus mengenai
perkembangan budaya Indonesia. Diiantaranya adalah pameran lukisan
Affandi (1979), Keris Pusaka (1986), Koffie in Nederland (1994), Reformasi Indonesia, protest in beeld (2000).
Sejumlah warga Belanda sahabat museum
Nusantara masih terus memperjuangkan keberadaan museum tersebut.
Setidaknya mencarikan tempat untuk menyimpan dan menampung barang
barang tersebut. Frank Elshof salah satu pentolan sahabat museum itu
menekankan, “ Dewan kota lah pemilik koleksi tersebut, sehingga obyek
ini akan tetap tinggal di Delft. Harus ada solusinya. Kami akan mencari
kemungkinan kemungkinan”.
Museum ini berhasil mengumpulkan 30.000
artefak dari berbagai pulau di Indonesia. Sebagian merupakan sumbangan.
Banyak diantara para penyumbang yang memprotes penutupan museum tersebut
dan menanyakan nasib barang barang yang telah mereka sumbangkan.
Sampai saat ini, dewan kota Delft belum memberi pengumuman lebih lanjut
akan dikemanakan obyek budaya tersebut.
Dihubungi tvOne, Duta Besar RI untuk
Kerajaan Belanda, Retno Marsudi telah mengetahui kondisi tersebut. Ia
sempat mengunjungi museum tersebut dua hari sebelum penutupan museum
Nusantara. Retno Marsudi berjanji akan bertemu dengan walikota Delft
untuk membicarakan nasib obyek museum tersebut, dalam waktu dekat.