Merekam Model Pesta Bola



Atmosfer Piala Dunia sungguh terasa di setiap kota Jerman. Ajang sepak bola empat tahunan ini mewarnai setiap denyut kehidupan warga negeri Bavaria ini. Spanduk, patung, dan umbul-umbul serta bendera setiap negara peserta mudah ditemukan di setiap sudut kota. Jerman mengumbar keramah-tamahan yang belum tentu bisa dirasakan di lain kala. Ribuan bahkan jutaan orang merubungi Jerman bak surga bola.

Tak hanya tamu VIP seperti Pangeran William dari Inggris atau wakil Presiden Iran, Mohammad Aliabadi, yang merasakan keramahan Jerman. Para backpacker --sebutan bagi turis berkantong tipis-- juga bisa menikmati pesta para penggila bola seluruh dunia. Khusus bagi para backpacker ini, Pemerintah Jerman menyiapkan area kemping yang dilengkapi fasilitas MCK di 12 kota tempat penyelenggaraan Piala Dunia, seperti Berlin, Hamburg, Leipzig, dan Nuernberg.

Tak gratis tentu. Setiap orang yang ingin menggunakan fasilitas camping base itu dikenai biaya 17 euro atau sekitar Rp 110.000 per orang tiap malam. Murah ketimbang menginap di hotel yang harga sewa per kamarnya minimal 50 euro tiap malam atau sekitar Rp 587.000 untuk ukuran hotel kelas melati. "Kami tak perlu hotel berbintang. Kami cuma perlu bir dan udara bagus," kata Steve O'hare sembari mengangkat botol minumannya tinggi-tinggi.

Pria asal Liverpool, Inggris, itu berangkat bersama dua saudaranya untuk mendukung kesebelasan kesayangan mereka, tim Inggris. Mereka mengendarai mobil, menyusuri jarak lebih dari 50 kilometer melewati terowongan bawah laut yang menghubungkan Inggris dengan Prancis. "Selain aman, di camping base, kami juga tak perlu membayar parkir," tutur Steve kepada Gatra.

Faktor keamanan memang jadi unsur penting penyelenggaraan Piala Dunia kali ini.

Maklum, ribuan Hooligan --pendukung fanatik tim berjuluk Three Lions itu-- ikut membanjiri Jerman. Sejumlah pendukung kesebelasan lain dan penduduk setempat khawatir, para Hooligan akan membuat onar dan kerusuhan jika kesebelasan kesayangan mereka kalah. "Pendukung Inggris kelihatan lebih agresif," ujar Mader, seorang penduduk Jerman.

Tak mengherankan jika kepolisian Jerman mengerahkan lebih dari 3.500 personel setiap kali tim Inggris bertanding. Kepolisian Jerman juga bekerja sama dengan polisi Inggris untuk melakukan patroli bersama tiap hari. Kepolisian Inggris dianggap lebih memahami dan mengerti tingkah polah para Hooligan.

Meski demikian, kerusuhan yang dikhawatirkan itu tidak pernah terjadi. Yang ada, para penggemar sepak bola, baik dari Inggris maupun negara lain, malah memanfaatkan polisi Inggris dan Jerman sebagai objek foto. Maklum, patroli bersama kedua kepolisian yang berbeda seragam itu memang memperlihatkan pemandangan unik.

Selain seragamnya yang berbeda di antara keduanya, polisi Inggris juga mengenakan topi khas yang menarik sejumlah penggemar Piala Dunia untuk foto bersama. Seorang personel kepolisian Inggris, Robby, misalnya, menikmati peran dadakan sebagai model. "Memang berat karena harus berhenti setiap diminta. Tapi sejauh ini aman," kata Robby, yang mengaku akan berlibur di Jerman usai Piala Dunia.

Selain penjagaan ketat, pesta Piala Dunia kali ini juga diselingi sejumlah kegiatan melemaskan saraf. Sejumlah negara peserta Piala Dunia mengirim perwakilannya dalam karnaval budaya di sejumlah jalan raya di Jerman. Selain pakaian warna-warni yang menjadi busana khas, negara peserta juga menampilkan tarian dan kesenian khas negaranya. "Fantastik," tutur seorang penduduk Fuerth, sebuah kota kecil di dekat Nuernberg, yang datang khusus untuk menyaksikan karnaval itu.

Anehnya, tak semua orang Jerman menikmati euforia sepak bola. Keluarga Mader, yang memiliki tiga anak balita, memilih berlibur ke Belgia menjelang tim Inggris berlaga di Nuernberg. Mereka khawatir akan ada kerusuhan jika Inggris kalah. "Kami letih melihat keramaian. Anak -anak kami agak stres karena belum pernah melihat begitu banyak orang," ujar Mader.

Maklum, setidaknya lebih dari 3 juta orang dari luar negeri kini memadati kota-kota yang menjadi lokasi penyelenggaraan Piala Dunia. Jumlah ini meningkat tajam ketimbang saat Piala Dunia 2002 yang diselenggarakan di Jepang dan Korea Selatan. Saat itu, diperkirakan hanya 1 juta pengunjung dari luar negeri yang menyaksikan langsung Piala Dunia di kedua negara Asia tersebut.

Nah, sukses Jerman kali ini juga menarik minat sejumlah negara untuk mencontoh. Indonesia yang pada 2007 ditunjuk menjadi tuan rumah kejuaraan sepak bola Piala Asia adalah salah satunya. Menurut Nugraha Besoes, Indonesia ingin meniru pengelolaan kejuaraan olahraga dari Jerman. Sekretaris Jenderal Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia itu bahkan terbang langsung ke Jerman bersama Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia, Agum Gumelar, menyaksikan penyelenggaraan Piala Dunia, pekan lalu.

Menurut Agum, penyelenggaraan Piala Dunia di Jerman tentu dapat dijadikan model bagi event olahraga dalam negeri. Kematangan dalam perencanaan, koordinasi yang berlangsung baik, kerja keras, dan kerja sama semua pihak menjadi unsur penting dalam menyelenggarakan kejuaraan besar. "Saat ini kami belum mampu, namun suatu saat pasti bisa," kata Agum. Begitu pula tim nasional, kan, Pak!

Miranti Soetjipto-Hirschmann (Jerman)
[OlahragaGatra Nomor 32 Beredar Kamis, 22 Juni 2006]http://new.gatra.com/2006-07-01/index.php

Popular Posts